Wednesday, June 29, 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Bahaya Bicara Agama Tanpa Ilmu

Posted: 28 Jun 2011 05:00 PM PDT

Memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah sholallohu 'alaihi wassallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani]

Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al-Qur'anul Karim, dan disabdakan oleh RosulNya di dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RosulNya.
Sebagai nasehat sesama umat Islam, di sini kami sampaikan di antara bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu:

1.Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.

Alloh Ta'ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Katakanlah: "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)" (Al-A'raf:33)

Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: "Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari'atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari'atNya, dan agamaNya." [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah 'Ala Ma Ihtawat 'alaihi Al-'aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]

2. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.

Allah Ta'ala berfirman:

وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl (16): 116)

3.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain.

Rasulullah sholallohu 'alaihi wassallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama'. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang 'alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HSR. Bukhari no:100, Muslim, dan lainnya)

Hadits ini menunjukkan bahwa "Barangsiapa tidak berilmu dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias (membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yang Alloh halalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yang mengqias dengan akalnya, sehingga dia sesat dan menyesatkan. (Shahih Jami'il Ilmi Wa Fadhlihi, hal: 415, karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Syeikh Abul Asybal Az-Zuhairi)

4.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.

Imam Ali bin Abil 'Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: "Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ

Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50)" (Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)

5.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.

Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rohimahulloh berkata: "Ayat ini memuat adab terhadap Alloh dan RosulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Alloh telah memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan terhadap Alloh dan RosulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Alloh dan Sunnah RosulNya di dalam seluruh perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Alloh dan RosulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Alloh berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Alloh memerintah". (Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)

6.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.

Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah sholallohu 'alaihi wassallam:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)

7.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.

Allah Ta'ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra' : 36)
Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: "Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta'ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan." (Tafsir Al-Qur'anul Azhim, surat Al-Isra':36)

8.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.

Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami menyatakan: "Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash". Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

9.Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: "Dan kami berkata: "Wallahu A'lam (Allah Yang Mengetahui)", terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami". [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393]

10.Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.

Allah berfirman:

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2:169)

Keterangan ini kami akhiri dengan nasehat: barangsiapa yang ingin bebicara masalah agama hendaklah dia belajar lebih dahulu. Kemudian hendaklah dia hanya berbicara berdasarkan ilmu. Wallohu a'lam bish showwab. Al-hamdulillah Rabbil 'alamin.

Penulis: Ustadz Abu Isma'il Muslim Al-Atsari

Artikel www.muslim.or.id

Kajian Intensif: “Belajar Tauhid Sepekan” (Yogyakarta, 11-17 Juli 2011)

Posted: 28 Jun 2011 02:22 AM PDT

Kajian Intensif: "Belajar Tauhid Sepekan" (Yogyakarta, 11-17 Juli 2011)

Hadirilah Kajian Intensif 7 Hari.

"BELAJAR TAUHID SEPEKAN"

Buku Rujukan:
"Mutiara Faidah Kitab Tauhid"

Pemateri:
Ustadz Abu Isa Abdullah bin Salam (Penulis Buku "Mutiara Faidah Kitab Tauhid")

Insya Allah diselenggarakan pada:
Senin – Ahad, 11 – 17 Juli 2011
Pukul 08.00 – 14.00 WIB
Di Masjid Al 'Ashri, Pogungrejo (utara Fakultas Teknik UGM)

Biaya Pendaftaran:
Rp 20.000,-

Fasilitas:

  • Snack (makanan ringan)
  • CD Rekaman Kajian

Tempat Pendaftaran:

  • Putra:
    1. Wisma Misfallah Thalabul 'Ilmi (MTI) (Pogung Kidul No.8C, Utara Masjid Siswa Graha)
    2. Toko Ihya' (Karangbendo, utara Fak. Kehutanan UGM)
  • Putri:
    1. Wisma Raudhatul 'Ilmi (Pogung Dalangan No. 40)
    2. Toko Qonita (Jl. Pandega Marta No. 83A)

Pendaftaran via SMS:
NAMA_JENIS KELAMIN_USIA_PEKERJAAN_ALAMAT
Kirim ke 0852 9391 1719 (Putra) / 0852 9299 5015 (Putri)

Pendaftaran Terakhir:
9 Juli 2011

Informasi dan Pendaftaran:
0852 9391 1719 (Putra)
0852 9299 5015 (Putri)

Briefing + Kajian Pembuka:
"Tauhid Prioritas Pertama dan Utama"
Bersama Ustadz Amir As Soronji*
Ahad, 10 Juli 2011
Pukul 09.00 WIB – selesai
Di Masjid Pogung Raya (utara RSUP Dr. Sardjito)
*dalam konfirmasi

Penyelenggara:

  • Ma'had Al 'Ilmi Yogyakarta
  • Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari

Lomba Terjemah Arab – Indonesia (Yogyakarta, Juli 2011)

Posted: 28 Jun 2011 02:16 AM PDT

Lomba Terjemah Arab – Indonesia – Ma’had Umar bin Khattab Yogyakarta

Teknis:

Tahap 1

  • Peserta diberi soal berupa teks bahasa Arab untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
  • Peserta dianjurkan untuk membawa kamus.
  • Tujuh peserta yang hasil terjemahnya dinilai paling baik, akan dihubungi via sms / diumumkan di fanspafe Ma'had Umar bin Khaththab pada malam tanggal 5 Juli 2011 untuk mengikuti tahap 2.

Tahap 2:

  • Peserta diberi soal berupa teks bahasa Arab untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
  • Peserta tidak diizinkan untuk membawa kamus.
  • Dua peserta yang hasil terjemahnya terbaik akan diumumkan langsung dan berhak mendapatkan hadiah.

Hadiah:

  1. Kitab Qoulul Mufid 'ala Kitaabit tauhid
  2. Kitab Jami'ul Ulum wal Hikam

Pendaftaran:

  • via sms ke 0852.2855.8344 (putra) 0857.4355.8784 (putri)
  • format: Nama Lengkap_instansi/jurusan_
  • GRATIS BIAYA PENDAFTARAN
  • Pendaftaran terakhir 3 Juli 2011

Perlombaan

  • Tempat Perlombaan: Masjid Pogung Raya Yogyakarta

Waktu Perlombaan

  • Tahap I: 4 Juli 2011, pukul 09.00 – selesai
  • Tahap II: 5 Juli 2011, pukul 09.00 – selesai

Informasi:

  • Putra: 0852.2855.8344
  • Putri: 0857.4355.8784

Tuesday, June 28, 2011

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah


Tauhid, Menggugurkan Dosa

Posted: 27 Jun 2011 05:00 PM PDT

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dan utama di dalam agama Islam, karena sesungguhnya tauhid merupakan inti ajaran Islam ini.

Imam Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafirahimahullah- berkata, "Ketahuilah, bahwa tauhid merupakan awal dakwah seluruh para rasul, awal tempat singgah perjalanan, dan awal tempat berdiri seorang hamba yang berjalan menuju Allah." (Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 45).

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyahrahimahullah- berkata, "Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, menciptakan langit-langit dan bumi, agar Dia dikenal, diibadahi, ditauhidkan, dan agar agama itu semuanya bagi Allah, semua ketaatan untuk-Nya, dan dakwah hanya untuk-Nya."

Kemudian beliau menyebutkan beberapa ayat Al-Qur'an (Adz-Dzariyat: 56; Ath-Thalaq: 12; Al-Maidah: 97), lalu berkata, "Allah memberitakan bahwa tujuan penciptaan dan perintah adalah agar dikenal nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, hanya Dia yang diibadahi, tidak disekutukan."  (Ad-Da' wad Dawa', hal:196, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Jauzi).

Oleh karena itulah, tidak mengherankan bahwa tauhid memiliki banyak sekali keutamaan. Di antara keutamaannya adalah bahwa tauhid menggugurkan dosa-dosa. Inilah di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut:

1- Dosa sepenuh bumi gugur dengan tauhid.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً وَمَنْ لَقِيَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً لَا يُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَقِيتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً

Dari Abu Dzarr, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah 'Azza Wa Jalla berfirman, 'Barangsiapa membawa satu kebaikan, maka dia mendapatkan balasan sepuluh kalinya, dan Aku akan menambahi. Barangsiapa membawa satu keburukan, maka balasannya satu keburukan semisalnya, atau Aku akan mengampuni. Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, niscaya Aku mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekat kepada-Ku sehasta, niscaya Aku mendekatinya sedepa. Barangsiapa mendatangi-Ku dengan berjalan, niscaya Aku mendatanginya dengan berjalan cepat. Barangsiapa menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi, dia tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku menemuinya dengan ampunan seperti itu.'" (Hadits shahih riwayat Muslim no. 2687; Ibnu Majah, no. 3821; Ahmad, no. 20853).

Dalam hadits lain diriwayatkan,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Dari Anas bin Malik , dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah Tabaraka Wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni untukmu dosa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menghadap-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku, engkau tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku menemuimu dengan ampunan seperti itu." (Hadits shahih riwayat Tirmidzi, no. 3540. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Hadits ini memuat tiga sebab untuk meraih ampunan Allah, yaitu: berdoa disertai dengan harapan, istighfar (mohon ampun), dan tauhid. Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah- berkata, "Sebab ke tiga di antara sebab-sebab ampunan adalah tauhid. Ini adalah sebab yang terbesar. Barangsiapa kehilangan tauhid, maka dia telah kehilangan ampunan dari Allah. Dan barangsiapa menghadap Allah dengan membawa tauhid, maka dia telah membawa sebab ampunan yang paling besar. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya),

"Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (Q.S. An-Nisa'/4: 48, 116).

Maka, barangsiapa menghadap Allah dengan bertauhid, walau dengan membawa dosa sepenuh bumi, maka Allah akan menemuinya dengan ampunan sepenuh bumi juga. Tetapi ini bersama dengan kehendak Allah 'Azza wa Jalla. Jika Dia menghendaki, Dia akan mengampuninya; Namun, jika Dia menghendaki, Dia akan menyiksanya dengan sebab dosa-dosanya. Kemudian, akhirnya dia tidak kekal di dalam neraka, namun akan keluar darinya, kemudian akan measuk ke dalam surga." (Jami'ul 'Uluum wal Hikam, juz 1, hal. 416-417, dengan penelitian Syu'aib Al-Arnauth dan Ibrahim Baajis, penerbit. Muassasah Ar-Risalah).

2- Sembilan puluh sembilan lembar catatan keburukan gugur dengan tauhid.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَفَلَكَ عُذْرٌ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فَيَقُولُ احْضُرْ وَزْنَكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ فَقَالَ إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ قَالَ فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ شَيْءٌ

Sesungguhnya, Allah akan membebaskan seorang lelaki dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat. Akan dibentangkan padanya 99 lembaran (catatan amal keburukan), tiap-tiap lembaran seukuran sejauh pandangan mata. Kemudian Allah bertanya, "Apakah engkau mengingkari sesuatu dari lembaran (catatan amal keburukan) ini? Apakah para (malaikat) penulis-Ku al-Hafizhun (yang mencatat) menzhalimimu?"

Maka, hamba tadi menjawab, "Tidak wahai Rabbku." Allah bertanya lagi, "Apakah engkau memilik alasan?" Maka, hamba tadi menjawab, "Tidak wahai Rabb-ku." Maka, Allah berfirman, "Benar, sesungguhnya di sisi Kami engkau memiliki satu kebaikan. Sesungguhnya pada hari ini engkau tidak akan dizhalimi. Kemudian, dikeluarkan sebuah bithaqah (karcis) yang bertuliskan: Asyhadu alla ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu warasuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah adalah hambaNya dan Rasul-Nya. Allah berfirman, "Datangkanlah timbanganmu." Hamba tadi berkata, "Wahai Rabb-ku, apa (pengaruh) karcis ini terhadap lembaran-lembaran ini." Maka, Allah berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak akan dizhalimi." Rasulullah bersabda, "Maka, lembaran-lembaran itu diletakkan di atas satu daun timbangan, dan satu karcis tersebut diletakkan di atas satu daun timbangan yang lain. Maka, ringanlah lembaran-lembaran itu, dan beratlah karcis tersebut. Maka, sesuatupun tidak berat ditimbang dengan nama Alah." (H.R. Ahmad, II/213; Tirmidzi, no:2639; Ibnu Majah, no. 4300; dari Abdullah bin Amr bin Al-'Ash. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh (wafat th 1285 H) –rahimahullah- berkata di dalam kitabnya Fathul Majid:

"Barangsiapa mengatakan Laa ilaaha illa Allah dengan sempurna, yang mencegahnya dari syirik besar dan syirik kecil, maka orang ini tidak akan terus-menerus melakukan suatu dosa, sehingga dosa-dosanya diampuni dan diharamkan dari neraka.

Dan jika dia mengatakannya dengan sifat yang mencegahnya dari syirik besar, tanpa syirik kecil, dan setelah itu dia tidak melakukan perkara yang membatalkannya, maka hal itu merupakan kebaikan yang tidak bisa ditandingi oleh kejelekan apapun juga. Sehingga timbangan kebaikannya menjadi berat dengan hal itu, sebagaimana tersebut di dalam hadits bithaqah, sehingga dia diharamkan dari neraka, tetapi derajatnya di surga berkurang sekadar dosa-dosanya." (Fathul Majid I/139-140, tahqiq Dr. Al-Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Aalu Furrayyan, penerbit: Majlis Islam Al-Asiawi).

Setelah kita mengetahui hal ini, maka hendaklah kita memperhatikan tauhid dengan sebenar-benarnya, memahaminya, dan mengamalkannya, sehingga kita meraih keutamaannya. Hanya Allah tempat memohon pertolongan.

Penulis: Ustadz Abu Isma'il Muslim Atsari (Anggotad Dewan Redaksi Majalah As-Sunnah, Pengasuh Ma'had Ibnu Abbas As-Salafy, Masaran, Sragen, Jawa Tengah)

Artikel www.muslim.or.id