Tuesday, March 15, 2011

Al-Qur`an tidak ada keraguan bagi orang-orang yang bertaqwa

Allah berifrman yang artinya:
"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa"(Q.S. 2 : 2)

Ayat ini menerangkan tentang :
- Tidak ada keraguan terhadap Al-Qur`an bagi orang yang bertaqwa.
- Orang yang bertaqwa yakin bahwa Al-Qur`an itu dari Allah yang di dalamnya menerangkan kabar baik dan peringatan-peringatan.

Sedangkan ciri orang bertaqwa diterangkan Allah dalam ayat 3-5 dari surah Al-Baqoroh yang artinya :
"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung" (Q.S. 2 : 3-5)


Kesimpulan :
- Jika ingin memahami Al-Qur`an mestilah menjadikan dirinya bertaqwa
- Hanya dengan ketaqwaan merupakan kunci untuk memahami Al-Qur`an.
- Untuk menuju ketaqwaan adalah dengan mengharapkan petunjuk dari Allah SWT.

Semoga kita menjadi orang-orang yang bertaqwa.....amein Ya Allah rob semesta alam....

Thursday, March 3, 2011

Apa itu sunnah

Sunnah itu memiliki penganut. Dan para penganutnya memiliki aqidah atau keyakinan dan selalu bersatu di atas kebenaran. Maka sudah sepantasnya penulis memaparkan di sini pengertian dari ketiga kata tersebut : Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Pengertian Aqidah Secara Bahasa Dan Menurut Istilah

Aqidah secara bahasa diambil dari kata ‘aqad yakni ikatan dan buhulan yang kuat. Bisa juga berarti teguh, permanent, saling mengikat dan rapat. Bila dikatakan tali itu di-‘aqad-kan, artinya diikat. Bisa juga digunakann dalam ikatan jual beli atau perjanjian. Meng-‘aqad sarung, berarti mengikatnya dengan kuat. Kata aqad adalah lawan dari hall (melepas/mengurai)[1].

Pengertian aqidah menurut istilah adalah : Bahwa aqidah itu digunakan dalam arti iman yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak akan terasuki oleh keragu-raguan. Yakni keyakinan yang menyebabkan seseorang itu diberi jaminan keamanan, hati dan nuraninya terikatt pada keyakinan itu, lalu dijadikan sebagai madzhab dan agamanya. Apabila iman yang teguh, kokoh, kuat dan pasti itu benar, maka aqidah seseorang juga menjadi benar, seperti aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kalau keimanan itu batil, maka aqidah pemiliknya juga batil, seperti aqidah yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sesat. [2]

Pengertian Ahlus Sunnah

Sunnah secara bahasa artinya adalah jalan atau riwayat hidup, baik ataupun buruk. [3] Sementara sunnah menurut istilah para ulama aqidah Islam adalah petunjuk yang dijalani oleh Rasulullah dan para sahabat beliau ; dalam ilmu, amalan, keyakinan, ucapan dan perbuatan. Itulah ajaran sunnah yang wajib diikuti dan dipuji pelakunya, serta harus dicela orang yang meninggalkannya. Oleh sebab itu dikatakan ; si Fulan temasuk Ahlus Sunnah. Artinya, ia orang yang mengikuti jalan yang lurus dan terpuji.[4]

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menyatakan : “Sunnah adalah jalan yang dilalui, termasuk diantaranya adalah berpegang teguh pada sesuatu yang dijalankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun, berupa keyakinan, amalan dan ucapan. Itulah bentuk sunnah yang sempurna” [Jami’ul Ulumiwal Hikam I : 120]

Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah menyatakan : “Sunnah adalah sesuatu yang ditegakkan di atas dalil syari’at, yakni ketaatan kepada Allah dan RasulNya, baik itu perbuatan beliau, atau perbuatan yang dilakukan di masa hidup beliau, atau belum pernah beliau lakukan dan tidak pula pernah dilakukan di masa hidup beliau karena pada masa itu tidak ada hal yang mengharuskan itu dilakukan pada masa hidup beliau, atau karena ada hal yang menghalanginya” [Majmu’ Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah XXI : 317]

Dengan demikian perngertian itu, berarti adalah mengikuti jejak Rasulullah secara lahir dan batin, dan mengikuti jalan hidup orang-orang terdahulu dari generasi awal umat ini dari kalangan Al-Muhajirin dan Al-Anshar. [Refernsi sebelumnya III : 157]


Pengertian Jama’ah

Jama’ah secara bahasa diambil dari kata dasar jama’a (mengumpulkan). Dari akar kata itulah muncul kata-kata semacam ijma’ (kesepakatan) dan ijtima’ (pertemuan), lawan kata dari tafarruq (perpisahan).

Ibnu Faris menyatakan : “Huruf Jim, Mim dan ‘Ain berasal dari satu kata dasar yang menunjukkan pengumpulan sesuatu. Saya menjamak sesuatu artinya mengumpulkannya sedemikian rupa.[5]

Sementara Jama’ah menurut istilah ulama aqidah Islam yang tidak lain adalah generasi As-Salaf dari umat Islam dari kalangan sahabat, tabi’in dan yang mengikuti jejak mereka hingga hari Kiamat, yang mereka bersatu dalam kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. [6]

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menyebutkan : “Jama’ah adalah sesuatu yang bersesuaian dengan kebenaran meski hanya engkau seorang diri”.

Nu’aim bin Hammad menyatakan : “Yakni apabila jama’ah kaum muslimin sudah rusak, hendaknya engkau berpegang pada sesuatu yang dilaksanakan oleh jama’ah itu sebelum ia rusak, meski hanya engkau seorang diri. Karena pada saat itu, engkaulah jama’ah itu sendiri” [7]


[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid'ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, hal. 9-12 Darul Haq]

_________
Foote Note
[1] Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur, bab huruf daal, pasal huruf ‘ain III:296. Lihat juga Qamus Al-Muhith oleh fairuz Abadi, bab huruf daal pasal huruf ‘ain, hal.383. Lihat juga Mu’jamul Maqayis Fil Lughah oelh Ibnu Faris kitab Al-Ain hal.679.
[2] Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal.9-10
[3] Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur bab ; Nuun, pasal huruf sien XIII : 225.
[4] Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal. 15
[5] Mu’jamul Maqayis Fil Lughah oleh Ibnu Faris, kitab huruf Jiim hal. 224
[6] Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah oleh Ibnu Abil Izzi hal. 68 dan Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah tulisan Khalil Hirras hal, 61
[7] Oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan I : 70, lalu dinisbatkan kepada Al-Baihaqi.

Memaknai dari "Kembali Kepada Al-Qur`an dan AsSunnah"

Kembali kepada Al-Qur`an dan AsSunnah banyak disalah artikan oleh segilitir yang mungkin saja ditanya kembali keagamaannya. Seolah-olah ketika ummat ingin kembali kepada Al-Qur`an dan AsSunnah disangka tidak menghargai para ulama.

Padahal ulama sendiri asal kata dari bahasa arab "`alama" yang artinya mengetahui. dan ulama sendiri asal katanya isim fa`il yang artinya orang yang mengetahui.

Nah, persoalannya ketika ummat mau kembali kepada Al-Qur`an dan AsSunnah, apakah ada yang salah?

Padahal ajakan ini mengisyaratkan agar ummat tidak mau lagi terjebak kepada TBC "Tahayul, Bid`ah dan Churafat".......bagi orang yang mau menggunakan aqalnya (banyak sekali di Al-Qur`an, Allah menyindir manusia akan aqalnya)

Coba perhatikan dan renungkan beberapa ayat dan hadist berikut :


Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rosul dan taatilah pemimpin (penguasa) diantara kalian, apabila kalian berselisih pendapat tentang segala sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur'an) dan Ar Rosul (As Sunnah)
(Al Qur'an Surat An Nisa ayat 59)

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shollalahu 'alaihi wassalam bersabda: “Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga, Pen.).” (HR. Imam Malik secara mursal (Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada Rasulullah ) – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 1594), dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172).

"Al-'irbadh bin syariah rodiyallahu'anhu berkata "suatu hari setelah sholat subuh, rosulullah shollalahu 'alaihi wassalam menasehati dengan satu nasehat yang begitu mendalam, hingga air mata kamipun mngalir dan hati-hati kamipun bergetar, kemudian berkatalah seseorang: "sungguh ini adalah nasehat orang yang mau berpisah, lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami wahai rosulullah shollalahu 'alaihi wassalam? " beliaupun bersabda "Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah subhanahu wata'ala, untuk mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyi (ethopia), karena sesungguhnya siapa diantara kalian yang nantinya masih hidup, dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin (para sahabat) yang terbimbing dan mendapat petunjuk, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian (pegang erat-erat jangan sampai lepas), dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini (bid'ah), karena setiap bid'ah adalah kesesatan."
(HR. At - Tirmidzi no.2816 dan yang selainnya)

Nah, kesimpulannya adalah :
1. Kembali kepada Al-Qur`an dan AsSunnah adalah wajib bagi setiap muslim.
2. Tujuan kembali kepada Al-Qur`an dan AsSunnah adalah agar tidak lagi terjebak kepada perkara2 bid`ah.

Semoga Allah mengampuni dosa kita di zaman yang semakin banyak tipu daya ini. Amien.....
Nashrun Minalloohi Wa Fathun Qorib.....

Ancaman bagi orang yang membantah Al Quran

"Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Q.S. 40 : 56)

"Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui." (Q.S. 3 : 78)

"Apakah kamu tidak melihat kepada orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?" (Q.S. 40 : 69)

"Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan)."(Q.S. 42 : 35)